ads

Lazada Indonesia

Senin, 26 Januari 2015

Buku di ganti tablet? Efektifkah? Efisien kah?

Kau pilih buku tulis?










































































   buku pegangan sekolah



atau 


              Entah hal apa yang ada di pemikiran pemerintah khususnya kementrian pendidikan yang berencana mengganti buku pelajaran dengan tablet. Ibarat seorang nelayan, buku bisa dianalogikan sebagai jaring atau pancing bagi seorang nelayan. Jadi bagaimana seseorang bisa mendapatkan ilmu tanpa adanya buku,sama halnya,bagaimana nelayan bisa mendapatkan ikan kalau mereka tidak mempunyai jaring atau pancing?. Tablet merupakan suatu teknologi yang boleh dikatakan baru bagi masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat di daerah. Jangankan tablet, handphone saja masih banyak masyarakat yang belum mengenal. Dengan adanya dua fakta tersebut, mampukah suatu tablet bisa menggantikan peran buku?.
Bagi sebagian masyarakat yang sudah "melek" teknologi seperti pak menteri dan sekawannya hal ini adalah dianggap sebagai sebuah kemajuan karena terlihat mempergunakan mesin. Tetapi bagi masyarakat awam hal ini tidak bisa serta merta diterapkan, karena kondisi masyarakat Indonesia itu sangat berbeda-beda.
dalam membuat sebuah kebijakan hendaknya pemerintah mempertimbangkan sisi kemanfaatannya maupun sisi kerugiannya atau bahayanya.

       Tablet atau smartphone berlayar lebar merupakan benda elektronik seperti pada umunya. Membutuhkan daya listrik, perawatan, dan juga pulsa supaya bisa dioperasionalkan dengan lancar. Pertanyaannya, Apakah benda ini mampu dioperasionalkan untuk daerah yang belum terjangkau fasilitas PLN? Mampukah benda semacam ini digunakan di daerah dimana masyarakatnya masih berada di bawah garis kemiskinan? Mampukah benda semacam ini digunakan di tempat dimana untuk mencari sinyal saja kita harus berjalan beberapa kilometer atau bahkan memanjat bukit dan pohon untuk mendapatkan sinyal yang hanya bisa dipakai untuk SMS?. Banyak pembuat kebijakan di negeri ini yang tidak mengerti kondisi riil dilapangan. Mereka hanya mendapat laporan dari Dinas terkait yang notabene selalu menunjukkan kondisi terbaik suatu wilayah.

           Hal-hal yang dibutuhkan oleh siswa-siswi di daerah terpencil bukanlah benda macam tablet (e-sabak), laptop dsb. Benda-benda seperti di daerah tersebut masih merupakan benda mewah (tersier) padahal kebutuhan pokok pendidikan saja belum tentu terpenuhi secara optimal. Logikanya, makan saja belum terpenuhi tetapi sudah akan beli mobil. Sebaiknya pemerintah memikirkan terlebih dahulu tentang ketersedian sarana dan prasarana pokok pendidikan. Misalnya bangunan sekolah, sekolah tersebut sudah layak atau belum untuk menyelenggarakan pendidikan. Kondisi ruang kelas,ruang guru, kamar mandi, dan sebagainya. Ketersediaan meja, kursi, papan tulis, almari, dan sebagainya. Selain sarana dan prsarana,hal terpenting lain yang perlu terpenuhi adalah tenaga pendidik (guru). Kebiasaan untuk daerah terpencil adalah kurangnya pengawasan dari Dinas terkait,sehingga guru dengan laluasa bekerja tanpa memenuhi kewajibanyang seharusnya menjadi tanggung jawab mereka. Sang Guru pun berkilah bahwasanya pemerintah kurang memperhatikan mereka,dengan tidak menyediakan tempat tinggal, fasilitas penunjang kehidupan lainnya. Padahal setiap pengangkatan PNS pastilah guru-guru ini telah menandatangani surat pernyataan yang menyatakan siap ditempatkan di tempat manapun di seluruh NKRI. Akhirnya siswanya pun yang menjadi korban. Mereka hanya datang ke sekolah tanpa ada bimbingan dan pelajaran yang diberikan oleh guru.

           Fakta seperti inilah yang seharusnya menjadi fokus pemerintah, bukannya justru menyediakan benda semacam tablet yang rentan rusak dan hampir mustahil untuk digunakan di daerah 3T (terdepan,terluar,tertinggal).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar