Senin, 27 Oktober 2014
Wisata Tersembunyi di Jepara
Apa yang terlintas di benak anda ketika mendengar Kota Jepara?, Kartini, Ukiran, Furniture?trus Pariwisata apa yang sangat mainstream di Jepara? Ya....saya setuju kalau Anda menyebutkan laut, pantai, dan pulau.Tapi apakah Anda setuju kalau Jepara mempunyai wisata alam pegunungan? Kalau anda tidak setuju berarti belum mengenal betul tentang Jepara. Bentuk Geografis Jepara sangat lengkap mulai dari pantai, dataran rendah, perbukitan, hingga pegunungan. Oleh sebab itu sangatlah tidak adil kalau Jepara hanya dikenal karena Lautnya saja,terutama karena adanya daerah Karimun Jawa.
Jepara terletak di kaki pegunungan muria dan wilayahnya ada yang sampai di puncak di pegunungan ini. Mungkin Gunung Muria sangat identik dengan Kabupaten Kudus karena adanya Makam Walisongo yaitu Sunan Muria yeng terletak di puncak gunung Muria itu sendiri. Sebetulnya Jepara lah yang memiliki bagian terluas dari pegunungan muria. Pegunungan Muria terbagi ke dalam 3 Kabupaten, yaitu Kabupaten Kudus, Pati, dan Jepara. Namun pariwisata alam pegunungan kurang begitu populer karena masih kalah dengan pariwisata lautnya. Hal ini disebabkan karena Pemerintah Daerah kurang begitu memprioritaskan wisata alam pegunungan di Jepara.
Memang ada beberapa pariwisata pegunungan yang sudah dikelola seperti Air Terjun Songgolangit, Wisata Sreni, Plajan Desa Wisata. Namun pengelolaannya bersifat tidak sepenuh hati dan ala kadarnya. Ada beberapa tempat di pegunungan muria yang bagus namun tidak dikelola dengan baik, seperti Air Terjun Jurang Manten (Air Terjun Pengantin) dan Lembah Ngrebu,di mana keduanya terletak di Desa Tanjung, Kecamatan Pakis Aji, Kabupaten Jepara. Untuk pariwisata Jurang Manten rutenya adalah Dari Kantor Kecamatan Pakis menuju menuju ke timur sampai di pertigaan Pasar Lebak belok ke selatan sampaidi perempatan yang ada haltenya belok kiri, lurus terus sampai menuju desa Tanjung, dari Desa Tanjung naik lagi sampai tidak ada lagi rumah penduduk dan jalan tidak beraspal, naik terus sampai menemui pertigaan kecil dan ada tanda menuju jurang nganten. Setelah sampai di pintu masuk,(kalau hari libur terkadang ada yang menarik retribusi, biasanya Rp 5000 saja.
Jurang Nganten merupakan air terjun yang memiliki ketinggian sekitar 50 meter dengan air langsung jatuh ke lembah tanpa ada tingkatan di aliran air tersebut. Akses menuju air terjun ini memang agak sulit karena kita harus turun dari atas air terjun menuju ke bawah dengan menyisir bukit yang cukup curam. Kita juga harus merayap ke bawah dengan berpegang pada akar dan tali-tali alam, tingkat kemiringan mencapai 70 derajat jadi harus hati-hati. Mungkin setelah 15 menit perjalanan anda akan sampai di bawah air terjun...... jika debit air sedang banyak, kamu bisa mandi di situ.
Rabu, 22 Oktober 2014
Budaya Bakar Batu di Kurima,Yahukimo, Papua
Adat budaya bakar batu di Tanah Papua, khususnya daerah pegunungan tengah Papua merupakan ritual kebudayaan yang sangat dijunjung tinggi oleh masyarakat Papua. Meskipun terlihat sederhana dan sangat tradisional, namun acara bakar batu ini membutuhkan dana yang tidak sedikit. Bahan untuk bakar batu yang paling mahal adalah WAM (Babi). Wam atau babi merupakan syarat utama dalam acara bakar batu, wam yang digunakan untuk bakar batu bisa mencapai 30 juta tergantung ukuran babi tersebut. Acara bakar batu dilaksanakan untuk merayakan berbagai macam acara seperti : Pernikahan, Kematian, Syukuran, acara perpisahan, pembaptisan, dan lain sebagainya.Ciri-cirinya apabila suatu acara yang mengundang orang banyak berarti harus ada ritual bakar batu. Semakin kaya orang yang mengadakan acara maka babi yang di bakar akan semakin banyak.
Bakar Batu, Kurima - Papua |
Warga sangat antusias ketika ada acara bakar batu, mereka rela meninggalkan pekerjaan sehari-hari apabila ada acara bakar batu tersebut.
Benda-benda yang dipersiapkan dalam acara bakar batu antara lain adalah
1. Kayu bakar,2. Batu-batu seukuran bola sepak takraw atau lebih kecil,
3. Rumput-rumputan
Bahan makanannya :
1. Ubi
2. Sayuran
3. Betatas (sejenis ubi juga)
4. Umbi talas
Bahan Utama :
Babi (Wam)
Catatan : Masyarakat Papua sangat menjunjung tinggi toleransi, apabila peserta bakar batu ada yang Muslim mereka menyediakan tempat (kolam tersendiri) yang digunakan untuk membakar bahan selain Wam (bisa ayam, sapi, atau kambing)
Bakar Batu, Kurima - Papua |
Teknis pembakarannya adalah sebagai berikut :
Kayu ditata bertumpuk-tumpuk dan di dalam rangkaian kayu tersebut diberi batu-batu kemudian dibakar. setelah beberapa jam pembakaran batu diambil dengan menggunakan alat khusus berupa kayu yang di belah ujungnya seperti huruf Y tujuannya adalah untuk menjepit batu. Batu-batu tersebut dipindahkan ke dalam lubang (sebut : kolam) yang telah diberi rumput-rumput pada alasnya,di atas batu panas tersebut diberi sayuran,di atas sayuran baru diberi daging Wam yang dibelah perutnya dan diambil isinya seperti gambar berikut ini :
Bakar Batu, Kurima - Papua |
Di atas wam ditutup lagi dengan sayur, kemudian ditindih lagi dengan batu panas, ditutup rumput,dan terakhir ditutup dengan terpal (kalau ada) itu bertujuan agar uap tetap di dalam.
Sepintas memasak dengan bakar batu ini seperti mengukus, namun tidak menggunakan panci dan air. Untuk segi rasa jangan tanya,bagi masyarakat Papua ini adalah makanan terlezat, saya sendiri tidak bisa menilai karena belum pernah mencicipi sendiri bagaimana rasanya masakan dengan teknik bakar batu.
Demikianlah sekelumit pengalaman saya ketika menjadi Pengajar SM3T di Bumi Cenderawasih, Papua. Selamat Berkunjung ......
Salam Indonesia Bersatu
Bakar Batu, Kurima - Papua |
Baca juga : Sebuah-kisah-dari-pegunungan-tengah
Sabtu, 11 Oktober 2014
Model Pembelajaran Kooperatif
Model Pembelajaran Kooperatif
Cooperative mengandung
pengertian bekerja bersama dalam mencapai tujuan bersama (Hamid Hasan:1996).
Dalam kegiatan cooperative, siswa
secara individual mencari hasil yang mengutungkan bagi seluruh anggota
kelompoknya. Jadi, belajar cooperative
adalah pemanfaatan kelompok kecil dalam pengajaran yang memungkinkan siswa
bekerja bersama untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya
dalam kelompok tersebut. (Hamid Hasan:1996)
Artzt
dan Newman (1990:448) dalam (Trianto:56) menyatakan bahwa dalam belajar
kooperatif siswa belajar bersama sebagai suatu tim dalam menyelesaikan
tugas-tugas kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Jadi, setiap anggota
kelompok mempunyai tanggung jawab yang sama utnuk keberhasilan kelompoknya.
Pembelajaran
kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran di mana para siswa
bekerja dalam kelomok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam
mempelajari materi pelajaran (Slavin, 2010:4)
Suprijono
(2009:58) menyebutkan pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekadar belajar
dalam kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajarn kooperatif yang membedakannya
dengan pembagian kelompok yang dilakukan
asal-asalan. Pelaksanaan prosedur model pembelajaran kooperatif akan
memungkinkan guru mengelola kelas lebih efektif. Model pembelajaran kooperatif
akan dapat menumbuhkan pembelajaran efektif yaitu pembelajaran yang bercirikan
: (1) “memudahkan siswa belajar” sesuatu yang “bermanfaat” seperti fakta,
keterampilan, nilai, konsep, dan bagaimana hidup serasi dengan sesama; (2)
pengetahuan, nilai, dan keterampilan diakui oleh mereka yang berkompeten
menilai.
Trianto
(2009:56) menyebutkan di dalam kelas kooperatif siswa belajar bersama dalam
kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 siswa yang sederajat tetapi heterogen,
kemampuan, jenis kelamin, suku/ras, dan satu sama lain saling membantu. Tujuan
dibentuknya kelompok tersebut adalah untuk memberikan kesempatan kepada semua
siswa untuk dapat melibat secara aktif dalam proses berpikir dan kegiatan
belajar. Selama bekerja dalam kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai
ketuntasan materi yang disajikan oleh guru dan saling membantu teman
sekelompoknya untuk mencapai ketuntasan belajar.
Keberhasilan
belajar tergantung pada kemampuan dan aktivitas anggota kelompok, baik secara
individual maupun secara kelompok. (Solihatin, 2008:4)
Sanjaya,W
(2006:242) dalam Etin Solihatin, (2008:6) mendefinisikan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan
sistem pengelompokan/tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang
mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras atau suku yang
berbeda (heterogen). Sistem penilaian dilakukan terhadap kelompok. Setiap
kelompok akan memperoleh penghargaan (reward), jika kelompok mampu
menunjukkan prestasi yang dipersyaratkan. Dengan demikian, setiap anggota
kelompok akan mempunyai ketergantungan positif. Ketergantungan semacam itulah
yang selanjutnya akan memunculkan tanggung jawab individu terhadap kelompok dan
keterampilan interpersonal dari setiap anggota kelompok. Setiap individu akan
saling membantu, mereka akan mempunyai motivasi untuk keberhasilan kelompok,
sehingga setiap individu akan memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan
kontribusi demi keberhasilan kelompok.
Belajar
kooperatif menekankan pada tujuan dan kesuksesan kelompok mencapai tujuan atau
penguasaan materi (Slavin:1995 dalam Trianto, 2009:57). Johnson dan Johnson
(1994) dalam Trianto menyatakan bahwa tujuan pokok belajar kooperatif adalah
memaksimalkan belajar siswa untuk peningkatan prestasi akademik dan pemahaman
baik secara individu maupun kelompok.
Menurut
Johnson-Johnson (1994) dalam Trianto (2009:60) terdapat lima unsur penting
dalam pembelajaran kooperatif, yaitu:
a.
Saling ketergantungan yang
bersifat positif antar siswa. Dalam belajar kooperatif sisw merasa bahwa mereka
sedang bekerja sama untuk mencapai tujuan dan terikat satu sama lain. Seorang
siswa tidak akan sukses kecuali semua anggota kelompoknya sukses. Siswa akan
merasa bahwa dirinya merupakan bagian dari kelompok yang juga mempunyai andil
terhadap suksesnya kelompok.
b.
Interaksi antara siswa yang
semakin meningkat. Belajar kooperatif akan meningkatkan interaksi antar siswa.
Hal ini, terjadi dalam hal seorang siswa akan membantu siswa lain untuk sukses
sebagai anggota kelompok. Saling memberikan bantuan ini akan berlangsung secara
alamiah karena kegagalan seseorang dalam kelompok mempengaruhi suksesnya
kelompok. Untuk mengatasi masalah ini, siswa yang membutuhkan bantuan akan
mendapatkan dari teman sekelompoknya. Interaksi yang terjadi dalam belajar
kooperatif adalah dalam hal tukar menukar ide mengenai masalah yang sedang
dipelajari bersama.
c.
Tanggung jawab individual.
Tanggung jawab individual dalam belajar kelompok dapat berupa tanggung jawab siswa
dalam hal: (a) membantu siswa yang membutuhkan bantuan dan (b) siswa tidak
dapat hanya sekedar “membonceng” pada hasil kerja teman jawab siswa dan teman
sekelompoknya.
d.
Keterampilan interpersonal dan
kelompok kecil. Dalam belajar kooperatif, selain dituntut untuk mempelajari
materi yang diberikan seorang siswa dituntut untuk belajar bagaimana
berinteraksi dengan siswa lain dalam kelompoknya. Bagaimana siswa bersikap
sebagai anggota kelompok dan menyampaikan ide dalam kelompok akan menuntut
keterampilan khusus.
e.
Proses kelompok. Belajar
kooperatif tidak akan berlangsung tanpa proses kelompok. Proses kelompok
terjadi jika anggota kelompok mendiskusikan bagaimana mereka akan mencapai
tujuan dengan baik dan membuat hubungan kerja yang baik.
Selain
unsur-unsur tersebut, model pembelajaran kooperatif mengandung prinsip-prisip
yang membedakan dengan model pembelajaran lainnya. Konsep utama dari belajar
kooperatif menurut Slavin (1995) dalam (Trianto, 2009:61), adalah sebagai
berikut.
a.
Penghargaan kelompok, yang diberikan jika
kelompok mencapai kriteria yang telah ditentukan.
b.
Tanggung jawab individual,
bermakna bahwa suksesnya kelompok tergantung pada belajar individual semua
anggota kelompok. Tanggung jawab ini terfokus dalam usaha untuk membantu yang
lain dan memastikan setiap anggota kelompok telah siap menghadapi evaluasi
tanpa bantuan yang lain.
c.
Kesempatan yang sama untuk
sukses, bermakna bahwa siswa telah membantu kelompok dengan cara meningkatkan
belajar mereka sendiri. Hal ini memastikan bahwa siswa berkemampuan tinggi,
sedang, dan rendah sama-sama tertantang untuk melakukan yang terbaik dan bahwa
kontribusi semua anggota kelompok sangat bernilai.
Berdasarkan
uraian tersebut, pembelajaran kooperatif adalah belajar secara bersama dalam
kelompok yang terdiri dari 4-6 siswa heterogen untuk memudahkan siswa dalam
menguasai konsep dan pengetahuan serta menyelesaikan tugas dan mencapai tujuan
tertentu dan akan mendapatkan rewards
jika kelompok tersebut menunjukkan prestasi yang telah dipersyaratkan.
Implikasi
teori Vigotsky dalam pembelajaran kooperatif yaitu kemampuan untuk mewujudkan
pembelajaran kooperatif dengan dibentuk kelompok-kelompok belajar yang
mempunyai tingkat kemampuan berbeda dalam kegiatan pembelajaran.
Perbedaan-perbedaan dalam kelompok belajar meliputi perbedaan jenis kelamin,
suku dan ras, serta perbedaan kemampuan dalam memahami konsep yang dipelajari
dimana hal tersebut juga terdapat dalam Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Game Tournament (TGT).
2.
Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe TGT
Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) pertama kali dikembangkan oleh David
deVries dan Keith Edwards. Secara umum, pembelajaran tipe TGT memiliki prosedur
belajar yang terdiri atas siklus reguler dari pembelajaran kooperatif STAD tetapi menggantikan kuis dengan turnamen
mingguan, dimana siswa memainkan game
akademik dengan anggota kelompok lain untuk menyumbangkan poin bagi skor
timnya. (Slavin, 2010:13)
TGT merupakan jenis pembelajaran yang
berkaitan dengan STAD. Dalam pembelajaran TGT siswa belajar dalam
kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan 4 sampai dengan 6 orang yang
mempunyai kemampuan dan latar belakang yang berbeda untuk mencapai aktivitas belajar.
Dalam TGT siswa memainkan permainan dengan anggota lain untuk memperoleh
tambahan poin dalam skor tim mereka (Slavin:1998 dalam Yuliana Subiantari,
2009:29).
Pada pembelajaran TGT, guru menyajikan
materi, dan siswa bekerja dalam kelompok masing-masing. Dalam kerja kelompok
guru memberikan LKS pada tiap kelompok. Tugas yang diberikan dikerjakan secara
bersama-sama dengan anggota kelompoknya. Apabila ada dari anggota kelompok yang
tidak mengerti dengan tugas yang diberikan, maka anggota kelompok yang lain
bertanggung jawab untuk memberikan jawaban atau menjelaskannya, sebelum
mengajukan pertanyaan kepada guru. Hal ini akan menyebabkan tumbuhnya rasa
kesadaran pada diri siswa bahwa belajar secara kooperatif itu menyenangkan.
TGT memiliki dimensi kegembiraan yang
diperoleh dari penggunaan permainan. Teman satu tim akan saling membantu dalam
mempersiapkan diri untuk permainan dengan mempelajari lembar kegiatan dan
menjelaskan masalah-masalah satu sama lain, tetapi sewaktu siswa sedang bermain
dalam game temannya tidak boleh membantu, memastikan telah terjadi tanggung
jawab individual. Selain itu dengan adanya turnamen diharapkan dapat menanamkan
sportivitas dan dapat membangkitkan motivasi siswa untuk berusaha lebih baik
bagi dirinya maupun untuk anggota lain. Dalam turnamen juga dapat membentuk
siswa untuk berani dalam berkompetisi.
Implementasi TGT dalam pembelajaran terdiri
5 komponen utama, antara lain: (1)penyajian kelas (class precentation), (2) belajar dalam kelompok (teams), (3) permainan (games), (4) pertandingan (tournament), dan (5) penghargaan
kelompok (team recognition).
a.
Penyajian kelas (class precentation)
Pada
awal pemebelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas dengan
pengajaran langsung, ceramah atau diskusi yang dipimpin guru.
b.
Belajar dalam kelompok
Kelompok
biasanya terdiri dari 4 sampai 6 siswa yang anggotanya heterogen. Setelah guru
menginformasikan materi dan tujuan pembelajaran kelompok berdiskusi dengan
menggunakan LKS yang telas disiapkan guru. Fungsi dari kelompok adalah untuk
lebih mendalami materi bersama teman
satu kelompoknya dan mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja sama dengan
baik dan optimal pada saat game
berlangsung.
c.
Permainan (game)
Game terdiri dari
pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat
siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok. Permainan dilakukan oleh siswa
perwakilan dari masing-masing kelompok.
d.
Pertandingan (Tournament)
Pertandingan
adalah pada saat permainan berlangsung. Pada saat tournament perwakilan kelompok ditandingkan dengan perwakilan
kelompok lain yang memiliki kemampuan setara.
e.
Penghargaan tim (Team Recognition)
Pemberian
penghargaan (rewards) berdasarkan
pada rata-rata poin yang diperoleh tiap kelompok. Penghargaan diberikan kepada
tim yang memenuhi kategori rerata poin yang telah ditentukan guru. (Slavin,
2010:166)
Tabel. 2.1 Kriteria penghargaan kelompok
Kriteria (Rerata
Kelompok)
|
Predikat
|
30-40
|
Tim Baik
|
40-45
|
Tim Sangat Baik
|
<45 o:p="">45>
|
Tim Super
Sumber: (Slavin,
2010:175)
Aturan permainan dalam pembelajaran TGT
dalam Trianto (2009:84) adalah dalam satu permainan terdiri dari: kelompok
pembaca, kelompok penantang I, kelompok penantang II, dan seterusnya sejumlah
kelompok yang ada. Kelompok pembaca bertugas: (1) Mengambil kartu bernomor dan
cari pertanyaan dalam lembar permainan; (2) Baca pertanyaan dengan keras-keras;
(3) Beri jawaban. Kelompok penantang I bertugas: Menyetujui jawaban pembaca
atau member jawaban yang berbeda. Sedangkan kelompok penantang II: (1)
Menyetujui pembaca atau memberi jawaban yang berbeda; (2) Cek lembar jawaban.
Kegiatan ini dilaksanakan secara bergiliran (games ruler).
Berdasarkan teori Vigotsky dalam pembelajaran kooperatif dibentuk
kelompok belajar dengan tingkat kemampuan berbeda untuk dapat menyelesaikan
tugas belajar. Teori Vigotsky mendasari
pembagian kelompok secara heterogen seperti dalam pembelajaran kooperatif tipe
TGT, dan pemberian tanggung jawab pada masing-masing individu dalam
menyelesaikan tugas kelompoknya.
DAFTAR PUSTAKA
Slavin, E Roberts. 2010. Cooperative Learning Teori, Riset, dan Praktik cetakan VIII.Bandung:
Nusa Media
Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Trianto. 2009. Mendesain
Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Trianto.
2010. Model
Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara.
Baca Juga : Model Pembelajaran Predict Observe Explain ; Model Pembelajaran Quantum Learning ; Model Pembelajaran Mind Mapping ; Model Pembelajaran Problem Based Instruction ; Model Pembelajaran Kooperatif
Baca Juga : Model Pembelajaran Predict Observe Explain ; Model Pembelajaran Quantum Learning ; Model Pembelajaran Mind Mapping ; Model Pembelajaran Problem Based Instruction ; Model Pembelajaran Kooperatif
Model Pembelajaran Predict Observe Explain (POE)
Model
Pembelajaran Predict Observe Explain (POE)
a.
Pengertian
Model Pembelajaran POE
Model
pembelajaran Predict Observe Explain
dikenalkan pertama kali oleh White and Gustone pada tahun 1995 dalam bukunya Probing Understanding (Keeratichamroen
dalam Kamasanti, 2011: 15). Model ini merupakan salah satu model pembelajaran
yang mengacu pada teori belajar konstruktvis, dimana esensi dari model
pembelajaran ini adalah siswa membangun pengetahuan awalnya sendiri dan dengan
bantuan guru dalam pembelajaran mereka berusaha menemukan hal baru dan akhirnya
mampu mengkonstruksi pengetahuan sesuai dengan hasil pembelajaran yang
diperoleh.
Dalam kegiatan pembelajaran
POE, guru terlibat dalam melakukan
sebuah
peristiwa (percobaan) kepada siswa, meminta siswa untuk memprediksi tentang apa yang akan terjadi ketika perubahan dibuat, membimbing siswa dalam mengemukakan alasan berkenaan denganprediksi yang ia buat, melakukan perubahan pada peristiwa (percobaan) dan mendapatkan hasil pengamatan yang
sesungguhnya, dan berusaha memberikan penjelasan kepada siswa tentang perbedaan yang terjadi antara prediksi siswa dengan hasil
pengamatan (White and Gunstone dalam Hsu, ...: 2).
Menurut
Wah Liew (2004), model pembelajaran POE efektif untuk guru dalam
mengetahui sejauh mana pengamatan dan hasil prediksi yang
dikemukakan oleh siswa. Sehingga guru dapat menentukan tindak lanjut yang akan
dilakukan pada kegiatan pembelajaran selajutnya. Sedangkan Tomita dan Yin
(2009) menyatakan bahwa tujuan dari kegiatan POE adalah
untuk memberikan suatu pengalaman nyata kepada siswa yang dapat mereka gunakan
sebagai pengetahuan dalam membangun konsep
ilmiah.
b.
Langkah-langkah
Pembelajaran POE
POE merupakan
model pembelajaran dimana guru berperan menggali pemahaman peserta didik dengan
cara meminta mereka untuk melaksanakan tiga tugas utama, yaitu prediksi (predict), observasi (observe), dan penjelasan (explain) (Indrawati dan Setiawan, 2009:
45). Berikut penjelasan langkah-langkah model pembelajaran POE.
(a) Memprediksi
(Predict)
Pada tahap ini,
siswa memprediksi/meramalkan peristiwa yang akan terjadi terhadap suatu
permasalahan yang diinformasikan oleh guru. Penyusunan prediksi/ramalan
berdasarkan pengetahuan awal, pengalaman, atau buku yang pernah mereka baca
berkaitan dengan permasalahan yang akan pecahkan. Prediksi/ramalan tersebut
ditulis pada selembar kertas dan dikumpulkan kepada guru.
(b) Mengamati
(Observe)
Selanjutnya,
siswa dalam kelompok kecil (4-5 anak) melakukan percobaan (praktikum) berkaitan
dengan permasalahan yang telah diinformasikan guru kemudian mengamati hasil
percobaan untuk menguji kebenaran prediksi/ramalan yang telah dibuat siswa
sebelumnya. Percobaan dilaksanakan dengan bimbingan guru dan sesuai
langkah/prosedur kerja yang ditetapkan.
(c) Menjelaskan
(Explain)
Setelah
melakukan percobaan dengan prosedur yang benar, siswa dalam kelompok kecil (4-5
anak) menuliskan hasil percobaan dan menyusun hipotesis atas hasil percobaan
tersebut. Selanjutnya mereka menjelaskan perbedaan yang terjadi antara prediksi
awal mereka dengan hasil percobaan yang dilakukan.
Aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran POE oleh
Tytler, 1992 (dalam Wahyudi, 2011) secara singkat adalah sebagai berikut.
Tahap
Pembelajaran
|
Aktivitas
Guru
|
Aktivitas
Siswa
|
Memprediksi
(Predict)
|
Menjelaskan
tujuan, alat dan bahan yang diperlukan, memotivasi siswa agar dapat menduga
apa yang akan terjadi terhadap kegiatan yang akan dilakukan guru
|
Orientasi
siswa kepada fenomena yang akan terjadi
|
Pengamatan
(Observasi)
|
Guru
membimbing siswa dalam melakukan kegiatan percobaan
|
Siswa
melakukan percobaan dan mengamati hasil percobaan yang dilakukan
|
Menjelaskan
(Explain)
|
Guru
membimbing siswa dalam mengemukakan hasil percobaan yang dilakukan
|
Siswa
menjelaskan apa yang terjadi selama percobaan berlangsung dan mengemukakan
hasilnya
|
c.
Kelebihan
Model Pembelajaran Predict Observe
Explain (POE)
Menurut Wah
Liew, 2004 (dalam Kamasanti, 2011: 18) model pembelajaran POE memiliki beberapa
kelebihan, antara lain:
(a) Merangsang
peserta didik untuk lebih kreatif khususnya dalam mengajukan prediksi
(b) Dengan
melakukan eksperimen untuk menguji prediksinya untuk mengurangi verbalisme.
(c) Proses
pembelajaran menjadi lebih menarik, sebab peserta didik tidak hanya
mendengarkan tetapi juga mengamati peristiwa yang terjadi melalui eksperimen.
(d) Dengan
cara mengamati secara langsung peserta didik akan memiliki kesempatan untuk
membandingkan antara teori (dugaan) dengan kenyataan. Dengan demikian peserta
didik akan lebih meyakini kebenaran materi pembelajaran.
Pelaksanaan
model pembelajaran POE yang menekankan pada pengalaman bermakna bagi siswa
berupa pengetahuan/informasi yang tersaji dalam peristiwa nyata yang sederhana,
memberikanmanfaat positif dalam memperkuat pemahaman siswa berkaitan dengan
gejala-gejala alam yang terjadi. Dengan adanya pembelajaran yang menarik dan
dilakukan secara langsung oleh siswa, maka konstruksi pemahaman dari dalam diri
siswa akan terbentuk dengan sendirinya. Selain menunjang perkembangan aspek
kognitif siswa, pembelajaran POE juga melatih aspek psikomotor siswa dalam
kegiatan percobaan dan pengamatan. Pada kegiatan ini, siswa dituntut untuk
mengoptimalkan fungsi kerja alat indera yang mereka miliki. Ketelitian,
kecermatan, ketajaman dalam menyimak instruksi guru, dan keterampilan dalam
mengungkapkan pikiranbaik lisan maupun tulisanmerupakan satu kesatuan aktivitas
siswa dalam pembelajaran POE yang dapat melatih perkembangan kemampuan indera
yang mereka miliki.
DAFTAR PUSTAKA
Baca Juga : Model Pembelajaran Predict Observe Explain ; Model Pembelajaran Quantum Learning ; Model Pembelajaran Mind Mapping ; Model Pembelajaran Problem Based Instruction ; Model Pembelajaran Kooperatif
Model Pembelajaran Quantum Learning
model-pembelajaran-quantum-learning
Model Pembelajaran Quantum Learning
Pembelajaran Quantum baik Quantum Learning maupun Quantum
Teaching merupakan sebuah inovasi pembelajaran. Quantum Learning merupakan konsep untuk pembelajar agar dapat menyerap fakta,
konsep, prosedur, dan prinsip sebuah ilmu dengan cara cepat, menyenangkan, dan
berkesan merupakan model pembelajaran yang diperuntukkan bagi siswa dalam
kegiatan pembelajaran, sedangkan guru dalam menerapkan Quantum Learning di kelas menerapkan Quantum Teaching (DePorter, 2010:26). Quantum
Teaching
diarahkan untuk proses pembelajaran guru saat berada di kelas, berhadapan
dengan siswa, merencanakan pembelajaran, dan mengevaluasinya. Jadi, Quantum Teaching diperuntukkan guru dan Quantum Learning diperuntukkan siswa
atau masyarakat umum sebagai pembelajar.
Quantum Learning sebagai interaksi-interaksi
yang mengubah energi menjadi cahaya. Dengan mengutip rumus Albert Einstein
yakni E=mc2. memisalkan kekuatan energi ke dalam analogi tubuh manusia yang
secara fisik adalah materi. Sehingga tujuan belajar menurut Quantum Learning adalah meraih sebanyak
mungkin cahaya. Quantum Learning mengaktifkan
semua bagian dalam pembelajaran baik dari sisi konteks maupun kontennya
(DePorter,2011:16).
Quantum Learning merupakan kiat, petunjuk,
strategi, dan seluruh proses belajar yang dapat mempertajam pemahaman dan daya
ingat, serta belajar sebagai suatu proses yang menyenangkan dan bermanfaat.
Menurut peneliti berdasarkan
pendapat di atas Quantum
Learning merupakan suatu model pembelajaran yang membiasakan siswa belajar
dengan nyaman dan menyenangkan, serta menumbuhkan motivasi belajar siswa.
Sehingga diharapkan mampu menciptakan suasana pembelajaran yang dapat meningkatkan
prestasi belajar. Salah satu dasar dari
model Quantum Learning
adalah bahwa belajar harus mengasyikan dan berlangsung dalam suasana gembira,
sehingga pintu masuk untuk informasi baru akan lebih lebar dan terekam dengan
baik.
2.1.8.2
Penerapan Quantum
Learning di Kelas
Penerapan model Quantum Learning di dalam kelas pada siswa adalah dengan menerapkan
langkah pembelajaran Quantum Teaching oleh
guru. Pelaksanaan Quantum Learning dalam
pembelajaran dikenal dengan istilah TANDUR. Langkah-langkah pembelajaran dengan model Quantum Learning atau
kerangka rancangan pengajaran Quantum
Teaching yang disebutkan oleh DePorter (2010:128) adalah sebagai berikut:
(a) tumbuhkan
Sertakan
diri mereka, pikat mereka, puaskan AMBAK (Apa Manfaatnya Bagi Ku).
(b) alami
Berikan
mereka pengalaman belajar; tumbuhkan “kebu- tuhan untuk mengetahui”.
(c) namai
Berikan
“data”, tepat saat minat memuncak.
(d) demonstrasikan
Berikan
kesempatan bagi mereka untuk mengaitkan pengalaman dengan data baru,sehingga
mereka menghayati dan membuatnya sebagai pengalaman pribadi.
(e) ulangi
Rekatkan
gambaran keseluruhannya.
(f) rayakan
Perayaan
menambahkan belajar dengan asosiasi positif.
Asas utama dalam model Quantum Learning terdapat dalam kerangka Quantum Teaching yaitu “Bawalah Dunia Mereka ke Dunia Kita, dan
Antarkan Dunia Kita ke Dunia Mereka” (Thobroni, 2011:274). Memasuki dunia
siswa merupakan langkah pertama untuk mendapatkan hak mengajar yang harus
dilakukan adalah memasuki kehidupan siswa. Hal ini akan memudahkan perjalanan
siswa menuju kesadaran dan ilmu pengetahuan yang lebih luas.
Salah satu yang harus ada
dalam Quantum Learning yaitu musik. Musik
dipergunakan untuk menata suasana hati, mengubah keadaan mental siswa dan
mendukung lingkungan belajar. Musik merangsang, meremajakan dan memperkuat
belajar baik secara sadar maupun tidak sadar.
Selain itu pengaturan posisi
bangku berperan sangat penting dalam kegiatan pembelajaran model Quantum Learning. Posisi bangku setengah
lingkaran untuk diskusi kelompok dapat mempermudah proses pembelajaran. Selain
itu penggunaan media belajar yang berwarna-warni dapat memperkuat pengajaran
(DePorter, 2010:106-107).
Setelah terjadi interaksi antar
siswa dan guru, siswa akan dibawa ke dalam dunia belajar. Maksudnya siswa
dibawa ke sebuah suasana belajar yang menyenangkan tanpa membebani siswa.
Disini akan terbentuk model mental, rumus, dan lain-lain dengan mengaikatkan
pengetahuan awal dengan pengetahuan baru.
DAFTAR PUSTAKA
DePorter,
Bobbi dan Mike Hernacki.2011.Quantum
Learning Membiasakan Belajar Nyaman
dan menyenagkan. Bandung: Kaifa
________,
Bobbi, dkk. 2010. Quantum Teaching mempraktikan
Quantum Learning di Ruang-Ruang Kelas. Bandung: Kaifa
Baca Juga : Model pembelajaran Predict Observe Explain ; Model pembelajaran Quantum Learning ; Model Pembelajaran Mind Mapping ; Model Pembelajaran Problem Based Learning ; Model Pembelajaran Kooperatif
Model Pembelajaran Mind Mapping (peta pikiran)
A. Pengertian Model Pembelajaran
Joyce mengungkapkan bahwa model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau
suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas
atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat
pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, kurikulum, dan lain-lain
(dalam Trianto, 2007: 5).
Joyce & Weil berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana
atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran
jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran
di kelas atau yang lain. Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan,
artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien
untuk mencapai tujuan pendidikannya (dalam Rusman, 2010: 133).
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
adalah suatu pola atau perencanaan berupa kerangka konseptual yang berisi
prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar, dan membentuk
kurikulum untuk mencapai tujuan belajar tertentu.
B.
Mind Mapping (Peta
pikiran)
Konsep
Mind Mapping (peta pikiran) asal
mulanya diperkenalkan oleh Tony Buzan pada tahun 1970-an. Tony Buzan
lahir di London pada tahun 1942, dia meraih gelar sarjananya di University of British Columbia pada
tahun 1964 dan mendapat gelar master di bidang Sosiologi, bahasa Inggris,
matematika dan pengetahuan umum.
Buzan
(2008:4) Mind Mapping (peta pikiran) adalah cara termudah untuk menempatkan informasi ke dalam otak dan mengambil
informasi ke luar otak, Mind Mapping
adalah cara mencatat yang kreatif, efektif, dan secara
harfiah akan “memetakan pikiran”. Mind Mapping juga merupakan peta rute yang hebat bagi ingatan, memungkinkan kita
menyusun fakta dan pikiran sedemikian rupa, sehingga cara kerja alami otak
dilibatkan sejak awal. Ini berarti mengingat informasi akan lebih mudah dan
lebih bisa di andalkan daripada menggunakan teknik pencatatn tradisional.
Peta pikiran menggunakan pengingat-pengingat visual dan sensorik ini dalam
suatu pola dari ide-ide yang berkaitan, seperti peta jalan yang digunakan untuk
belajar, mengorganisasikan, dan merencanakan. Peta ini dapat membangkitkan
ide-ide orisinal dan memicu ingatan yang mudah. Ini jauh lebih mudah daripada
metode pencatatan tradisional karena ia mengaktifkan kedua belahan otak (Deporter,
2011: 152).
Alamsyah (2009: 20) mengemukakan bahwa sistem peta pikiran atau Mind Mapping adalah suatu teknik visual
yang adapat menyelaraskan proses belajar dengan cara kerja alami otak. Mind Mapping merupakan sebuah jalan
pintas yang bisa membantu siapa saja untuk mempersingkat waktu sampai sampai
setengahnya untuk menyelesaikan tugas (Olivia, 2008: 7).
Dengan
peta pikiran daftar informasi yang
panjang dapat dialihkan menjadi diagram warna-warni, sangat teratur dan
mudah diingat yang bekerja selaras dengan cara kerja alami otak dalam melakukan
berbagai hal.
C. Model
Pembelajaran Mind Mapping
Mind Mapping merupakan cara untuk menempatkan informasi ke
dalam otak dan mengambilnya kembali ke luar otak. Bentuk Mind Mapping seperti peta sebuah jalan di kota yang mempunyai
banyak cabang. Seperti halnya peta jalan kita bisa membuat pandangan secara
menyeluruh tentang pokok masalah dalam suatu area yang sangat luas. Dengan
sebuah peta kita bisa merencanakan sebuah rute yang tercepat dan tepat dan
mengetahui kemana kita akan pergi (Isnawati, 2012: 7).
Langkah-langkah pembelajaranya sebagai berikut:
a. guru menyampaikan kompetensi yang akan dicapai melalui
peta Mind Mapping sederhana
b. guru mengemukakan
konsep/permasalahan yang akan ditanggapi oleh siswa. Permasalahan yang dipilih adalah permasalahan yang
mempunyai banyak alternatif jawaban
c. guru membentuk siswa menjadi berkelompok yang
anggotanya 2 siswa
d. siswa mengidentifikasi
alternatif jawaban dalam bentuk peta pemikiran atau diagaram, untuk melengkapi ide-ide di setiap catatan Mind Mapping yang mereka buat, siswa
melakukan diskusi dengan anggota kelompoknya.
e. beberapa siswa diberi kesempatan
untuk menjelaskan ide pemetaan konsep berfikirnya
f. dari data hasil diskusi siswa diminta membuat
kesimpulan dan guru memberi peta konsep yang telah disediakan sebagai
pembanding.
Mind Mapping dapat membantu kita dalam banyak hal, misalnya
merencanakan sesuatu kegiatan yang ingin dilakukan, dengan membuat peta Mind Mapping nya semua sub-sub kegiatan
akan terorganisasi dengan baik. Menurut Michael Michalko (Buzan, 2008: 8) Mind Mapping mempunyai
beberapa kelebihan yaitu:
a)
mengaktifkan
seluruh otak
b)
membersihkan
akal dari kesusutan mental
c)
memungkinkan
kita berfokus pada pokok bahasan
d)
membantu menunjukan
hubungan antara bagian-bagian informasi yang saling terpisah
e)
memberi
gambaran yang jelas pada kesuluruhan dan perincian
f)
memungkinkan
kita untuk mengelompokan konsep, membantu kita membandingkanya.
Senada
dengan
pendapat tersebut, Alamsyah (2009: 23), ada 7 manfaat menggunakan metode Mind Mapping (peta pikiran) yaitu:
a)
dapat melihat gambaran secara
menyeluruh dengan jelas
b)
dapat melihat detilnya tanpa
kehilangan ‘benang merah’nya antar topik
c)
terdapat pengelompokkan
informasi
d)
menarik perhatian mata dan
tidak membosankan
e)
memudahkan kita berkonsentrasi
f)
proses pembuatannya
menyenangkan karena melibatkan gambar-gambar, warna, dan lain-lain
g)
mudah mengingatnya karena ada
penanda-penanda visualnya.
D.
Langkah-langkah membuat Mind Mapping (Peta Pikiran)
Sebelum
membuat sebuah peta pikiran diperlukan beberapa bahan, yaitu kertas kosong tak
bergaris, pena dan pensil warna, otak, serta imajinasi. Olivia (2008:52) mengemukakan ada 7
langkah untuk membuat Mind Mapping (peta
pikiran). Tujuh langkah tersebut adalah sebagai berikut:
a. Guru
menyediakan kertas kwarto, A4 atau folio atau buku gambar A3. Selanjutnya
selembar kertas kosong tersebut tanpa garis dan beberapa spidol aneka warna. Guru
memastikan posisi kertas yang akan dipakai siswa tersebut horizontal. Siswa
disuruh membuat sebuah gambar yang melambangkan subyek utama di tengah-tegah
kertas. Misalnya pada contoh dibawah ini adalah burung flaminggo.
b. Siswa
dipandu untuk membuat beberapa garis tebal berlekuk-lekuk yang menyambung dari
gambar di tengah kertas, garis ini mewakili ide utama mengenai suatu subyek.
Cabang-cabangnya melambangkan sub topik utama. Misalnya pada tema burung
flaminggo, kita tambahkan subtopik ”asal”. Cabang tersebut haruslah tebal.
c Siswa
memberi nama pada setiap ide yang keluar dari sub topik utama tersebut.
Selanjutnya membuat gambar-gambar kecil mengenai masing-masing ide tersebut.
Pada contoh ini, pada subtopik asal dilanjutkan dengan Kongo (negara di
Afrika).
d. Setiap
kata dalam Mind Mapping akan digaris
bawahi atau berada di atas garis karena merupakan kata-kata kunci. Pemberian
garis bawah menunjukan tingkat kepentinganya. Pada contoh ini, subtopik kedua
adalah subtopik pertama (yaitu berasal dari negara Kongo) adalah warna burung
flaminggo.
e. Dengan penambahan sub topik lanjutan, dari
setiap ide yang ada, siswa bisa menarik garis penghubung lainya yang menyebar
seperti cabang-cabang pohon. Contohnya pada subtopik warna dilanjutkan dengan
warna bulunya merah muda. Jadi hanya kata kunci saja yang diletakan
f. Guru meyuruh siswa untuk mambahkan lebih
banyak buah pikiran anak ke setiap ide
tadi. Cabang-cabang tambahan ini melambangkan detail-detail yang ada. Misalnya
pada contoh ini, burung flaminggo juga pandai berdansa.
g. Setelah seluruh ide lengkap, jadilah Mind Mapping. Di setiap subtopik bisa
ditambahkan simbol-simbol atau gambar kecil untuk mewakili ide dari subtopik
tersebut, seperti contoh burung flaminggo yang senang berdiri yang disimbolkan dengan
orang yang sedang berdiri dibawah ini.
Dengan memperhatikan cara-cara membuat Mind Mapping (peta pikiran) dan menerapkannya dalam pembelajaran
maka tugas guru dalam pembelajaran sebagai fasilitator akan berhasil dengan
baik selain itu siswa akan bisa berlatih mengembangkan otaknya secara maksimal,
siswa akan mudah berkonsentrasi karena setiap catatan yang dibuat oleh
masing-masing siswa bersifat unik dan mudah dipahami.
Kelebihan Mind Mapping
a. Pembelajaran
berpusat pada siswa
Siswa diharapkan dapat aktif mencari, menggali,
dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip dari suatu pengetahuan yang harus
dikuasainya sesuai dengan perkembanganya.
2.1.6.2 Memberikan
pengalaman langsung kepada anak
Guru lebih banyak bertindak sebagai fasilitator
dan katalisator yang membimbing ke arah tujuan pembelajaran yang ingin dicapai,
sedangkan siswa sebagai aktor pencari fakta dan informasi untuk mengembangkan
pengetahuanya.
2.1.6.3 Pemisahan
mapel tidak kelihatan atau antar mapel menyatu
Pembelajaran tematik memusatkan perhatian pada
pengamatan dan pengkajian dari suatu gejala atau peristiwa dari beberapa mapel
sekaligus, tidak dari sudut pandang yang terkotak-kotak, sehingga memugkinkan siswa
untuk memahami suatu fenomena pembelajaran dari segala sisi yang utuh.
2.1.6.4 Menyajikan konsep dari berbagai mapel dalam suatu proses
pembelajaran sehingga bermakna.
Pembelajaran tematik mengkaji fenomena dari
berbagai macam aspek yang membentuk semacam jalinan antar pengetahuan yang
dimiliki siswa, sehingga berdampak kebermaknaan dari materi yang dipelajari siswa.
2.1.6.5 Hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan minat dan
kebutuhan anak.
Pada pembelajaran tematik dikembangkan pendekatan
pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAKEM) yang
melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran dengan melihat bakat,
minat, dan kemampuan sehingga memungkinkan siswa termotivasi untuk belajar
terus-menerus (Sukayati, 2009: 13).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran tematik merupakan pembelajaran bermakna bagi siswa. Pembelajaran
tematik lebih menekankan pada penerapan konsep belajar sambil melakukan
sesuatu. Oleh karena itu, guru harus merancang pengalaman belajar yang akan
mempengaruhi kebermaknaan belajar siswa. Pengalaman belajar menunjukkan kaitan
unsur-unsur konseptual yang menjadikan proses pembelajaran lebih efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah,
Maurizal. 2009. Kiat Jitu Meningkatkan
Prestasi dengan Mind Mapping. Yogyakarta: Mitra Belajar
Buzan, Tony.2008. Buku Pintar Mind Mapping.Jakarta: PT
Gramedia
Deporter,
Bobbi dan Mike Hernacki. 1992. Quantum
Learning. Translated by Abdurrahman, Alwiyah. 2001. Bandung: PT Mizan
Pustaka.
Olivia,
Femi. 2008. Gembira Belajar dengan MIND
MAPPING. Jakarta: PT Elex Media Komputindo
Trianto.
2007. Model-model Pembelajaran Inovatif
Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka
Baca Juga : Model Pembelajaran Predict Observe Explain ; Model Pembelajaran Quantum Learning ; Model Pembelajaran Mind Mapping ; Model Pembelajaran Problem Based Instruction ; Model Pembelajaran Kooperatif
Langganan:
Postingan (Atom)